JUMAT AGUNG: PENDERITAAN DAN PENGORBANAN KRISTUS (Matius 27:32-44)
Salib dalam dunia peradilan Romawi merupakan bentuk hukuman yang paling sadis karena salib menggambarkan penghinaan, kekejaman, penyiksaan yang tiada taranya. Orang yang disalibkan dipandang sebagai orang yang paling jahat dan hina. Tak heran ketika Yesus disalib, orang menghina-Nya. “orang yang lewat di sana menghujat Dia….” (ayat 39). Termasuk imam-imam kepala, ahli-ahli taurat dan tua-tua Yahudi mengolok-olok Yesus (ayat 41). Dari pihak penguasa Romawi dan orang Yahudi Yesus memang dianggap orang jahat sekalipun mereka tidak menemukan kesalahannya, kecuali yang dibuat-buat. Yesus dianggap melawan penguasa Romawi, tetapi juga para tokoh-tkoh agama Yahudi, sehingga di atas kepala-Nya pada salib itu tertulis: “Inilah Yesus, Raja orang Yahudi” (ayat 37). Sekalipun ini sebuat tulisan untuk mengolok-olok, namun tulisan itu menyatakan sebuah kebenaran bahwa Yesus itu Raja, tetapi bukan Raja untuk satu bangsa saja, Yahudi, melainkan Raja untuk semua bangsa.
Apapun alasan Yesus di salib, tetapi Dia disalib sebagai orang yang tidak bersalah atau lebih tepat seorang tanpa dosa. Hal ini tersirat dalam kata-kata olok-olokan para imam-imam kepala, ahli-ahli taurat dan para tua-tua Yahudi, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan” (ayat 42). Yesus membiarkan diri-Nya dihukum untuk menyelamatkan orang lain. Yesus membiarkan diri-Nya menjalani kekejaman dan kehinaan, siksaan dan kesakitan disalib bagi keselamatan orang lain. Jadi salib adalah jalan keselamatan, dan satu-satunya jalan keselamatan untuk orang lain, bukan untuk diri Yesus sendiri, dan Yesus memang tidak butuh penyelamatan karena Dia sendiri adalah Jurus’lamat. Sekali pun demikian, Yesus menjalani salib itu bagi keselamatan orang lain. Sejak awal menuju Golgota sebenarnya sudah diperlihatkan bahwa salib itu bukan salib Yesus. Itu adalah salib orang lain. Simon dari Kirene dipaksa untuk memikul salib Yesus (ayat 32), apa pun alasan si Simon orang Kirene ini memikul salib, namun ini merupakan tanda bahwa salib Yesus ini melibatkan orang lain. Kelihatan Yesus tokoh utama pada salib itu, karena kehinaan dan kekejaman, penyiksaan dan olok-olokkan semua ditanggung Yesus, sebab kejahatan dan dosa orang lain sepenuhnya ditanggung dan dijalani oleh Yesus. Dua penjahat yang disalibkan bersama Yesus sudah menjadi kesaksian yang nyata bahwa Dia yang tiada berdosa menanggung hukuman orang lain yang punya kejahatan.
Tetapi apa yang terjadi di salib itu menunjukkan kepada kita dua hal. Pertama, dalam diri Yesus yang disalib itu kita melihat bahwa dosa itu telah mengantar manusia ke dalam kehinaan dan kekejaman serta penyiksaan dan kesakitan serta penderitaan yang luar biasa dan akhirnya kematian di salib itu. Semuanya ini dijalani oleh Yesus. Dalam 7 (tujuh) minggu sengsara, kita merenungkan sengsara Yesus ini dan membawa kita kepada kesadaran bahwa sesungguhnya kejahatan dan dosa kitalah yang ditanggung oleh Yesus. Dari sudut pandang hukum ini tidak adil, seorang tanpa salah dan dosa dihukum karena kejahatan orang lain. Tetapi Yesus membiarkan apa yang tidak adil ini dijalani, agar orang lain, termasuk bapak/ibu dan saya, dibenarkan dan dikuduskan di hadapan Allah. Yang kedua, dalam diri Yesus yang disalib itu kita menyaksikan Allah yang sesungguhnya, Allah sang Pencipta manusia yang tidak menghendaki umat ciptaan-Nya binasa oleh karena dosa. Di dalam diri Yesus yang disalib kita melihat kasih Allah yang begitu besar kepada kita, sehingga mengorbankan Anak-Nya dan menjalani kekejaman dan siksaan serta kehinaan salib Golgota. Dalam diri Yesus yang disalib kita menyaksikan apa yang dikatakan Yohanes, “begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (3:16). Jadi salib, yang merupakan bentuk penghukuman kekaisaran Romawi, yang sangat kejam, hina dan penuh siksa yang sangat menyakitkan itu, oleh Yesus dijalani untuk keselamatan orang lain, dan memperlihatkan kepada kita bahwa tidak ada seorangpun dapat menanggungnya, kecuali Yesus, Anak Allah yang diutus, Allah sang Bapa untuk keselamatan manusia dengan menanggung kekejaman dan kehinaan di salib Golgota. Di salib itu kita benar-benar menyaksikan betapa dosa itu membawa manusia kepada kondisi kehilangan relasi dengan sesamanya, sehingga bukan hanya orang-orang biasa yang melewati jalan Golgota menghina dan mengolok-olok Yesus, tetapi juga para pemimpin agama menghinanya. Jadi kalau hari ini ada manusia yang satu menghina dan mengolok manusia yang lain itu bukan hal baru, Yesus sebagai manusia sudah mengalaminya. Kalau ada pemimpin agama yang bersikap intoleran kepada orang lain, tidak perlu kaget, itu tanda pemimpin agama tidak berTuhan, dan berada di bawah kuasa dosa dan kejahatan, sebagaimana Yesus alami. Bahkan di salib itu kita menyaksikan penjahat menghina dan mengolok Yesus yang bukan penjahat (ayat 44). Penjahat menghina orang kudus. Dan hari ini, dalam kehidupan manusia yang sering mengklaim sebagai orang beragama, drama salib itu kita saksikan bahkan alami. Kita mengerti kalau Yesus berpesan: “siapa yang mengikut Aku, harus memikul salibnya (Mat 16; 23-24).
Orang Kristen dan secara khusus warga GKI tidak layak untuk mengulangi drama salib itu, tidak ada lagi tempat bagi kita untuk melakukan kekejaman dan kehinaan serta fitnah kepada orang lain, karena disalib Yesus telah membuat kita yang berdosa menjadi orang benar dan kudus di hadapan Allah. Dalam salib Yesus tidak ada lagi ruang bagi pemimpin agama, termasuk dalam gereja-gereja, dan secara khusus dalam GKI untuk melakukan kekejaman, menghina dan memfitnah orang lain. Yang harus kita teladani dari salib Yesus bukan kejahatan manusia di bawah kuasa dosa, melaikan kasih Allah bagi orang berdosa. Kasih Allah di salib Golgota harus menggerakkan hati orang Kristen dan secara khusus warga GKI melakukan kebaikan-kebaikan Allah kepada sesama manusia tanpa memandang latar belakang agama, suku, dan budayanya. Di salib Yesus, warga GKI bukan lagi hidup dalam kegelapan dosa dan kejahatan, melainkan dalam kasih Allah. Karena itu, kata Yesus kepada setiap orang yang beriman kepadas-Nya, “ hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat 5: 16). Kiranya oleh kuasa Roh Allah, melalui ibadah Jumaat Agung, kematian Yesus, kita dituntun memperbaiki komitmen untuk menjalani kehidupan sehari-hari dalam kebenaran dan kekudusan, sebab salib Yesus adalah salib saudara dan saya, salib yang membuat kita yang berdosa menjadi benar, kita yang ada dalam kegelapan, menjadi terang, kita yang bukan anak Allah menjadi anak Allah. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)
Belum ada Komentar untuk "JUMAT AGUNG: PENDERITAAN DAN PENGORBANAN KRISTUS (Matius 27:32-44)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.