CIUMAN MAUT (Matius 26:47-56)
Mencium seseorang adalah tanda kesantunan yang menunjukkan kasih sayang kepada orang yang dicium. Namun, berbeda dengan ciuman Yudas kepada Yesus. Ciuman Yudas adalah kode untuk menangkap Yesus. Ciuman untuk kematian Yesus. Kepada orang-orang yang akan menangkap Yesus, Yudas berkata: “Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia” (ayat 48). Yesus tahu bahwa ini adalah ciuman maut, namun Yesus membiarkan dirinya dicium dan berkata kepada Yudas: “Hai teman, untuk itukah engkau datang” (ayat 50). Sebuah sapaan yang mengandung teguran keras atas pengkhianatan. Mencium seharusnya hal yang mulia, tetapi yang dilakukan Yudas adalah untuk sebuah pengkhianatan. Acap kali inilah yang terjadi dalam kehidupan kita. Ada orang tampak santun dan sangat bersahabat, tetapi dibalik kesantunannya menyimpan hati yang penuh kebencian.
Yesus membiarkan pengkhianatan Yudas terjadi. Sebab dengan jalan itu, apa yang dinubuatkan tentang Yesus digenapi. Yesus sendiri berkata: “semua ini terjadi supaya digenapi yang tertulis dalam kitab nabi-nabi” (ayat 56). Karena itu, Yesus juga tidak setuju dengan sikap kekerasan yang dilakukan seseorang yang menebas telinga orang yang menangkap Yesus. “Masukanlah pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab semua orang menggunakan pedang akan binasa oleh pedang” (ayat 52). Menangkap Yesus dengan jalan mencium adalah sebuah tindakan kekerasan tapi dalam cara yang halus, dan tidak perlu kekerasan dibalas dengan kekerasan, tidak perlu kejahatan dibalas dengn kejahatan, karena akan berakhir dengan kebinasaan, “sebab semua orang yang menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (ayat 52). Ini pelajaran penting untuk orang Kristen termasuk warga GKI, siapa yang menggunakan pedang untuk membinasakan orang lain, ia sendiri akan binasa oleh pedang; siapa yang menggunakan kekerasan untuk membalas orang lain, ia akan binasa oleh kekerasan itu sendiri; siapa yang berlaku jahat terhadap orang lain ia akan binasa oleh kejahatannya sendiri. Jadi tidak ada kekerasan dan kejahatan yang membawa keselamatan, melainkan kebinasaan. Tidak ada kejahatan yang membawa keselamatan, melainkan kebinasaan. Yudas sendiri hidupnya berakhir dengan kebinasaan.
Tentu kita bisa mempertanyakan, kenapa Yudas harus binasa padahal perbuatannya menjadi jalan untuk menggenapi nubuat nabi-nabi mengenai Yesus yang harus mati untuk keampunan dosa manusia. Tentu Allah dapat menggunakan banyak hal termasuk kejahatan Yudas untuk menggenapi apa yang menjadi misi Yesus, akan tetapi kejahatan tetap kejahatan, dosa tetap dosa yang membawa kepada kebinasaan. Banyak orang menganggap menipu untuk kebaikan bukan dosa. Mungkin saja dengan berbohong dapat menolong orang dari bahaya tertentu, namun, tipu tetap tipu, bohong tetap bohong dan sebuah kejahatan, karena tidak ada kebenaran di situ. Makanya, orang Kristen diingatkan kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah, kalau ya katakan ya, kalau tidak katakan tidak. Yesus sangat menekankan bahwa apa yang Ia akan alami sudah dinubuatkan oleh nabi-nabi. Ini penting untuk menegaskan bahwa rancangan keselamatan Allah atas manusia yang berdosa sudah ada sebelum Yesus ada dan hadir di dalam dunia. Inilah bukti bahwa Allah di dalam Yesus Kristus benar-benar Allah yang mengasihi dunia dan manusia dan memberi keselamatan serta kehidupan yang tidak akan binasa bagi yang percaya dan hidup di dalam kebenaran.
Tetapi sikap murid-murid terhadap apa yang akan dialami Yesus bukanlah membuat mereka lebih dekat dan menyatu dengan Yesus. Sebaliknya, justru membuat mereka menjauhkan diri dari Yesus. Pada ayat 56 dicatat bahwa “semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri”. Memang ada hal-hal yang tidak mudah untuk dijalani dalam percaya kepada Yesus. Mungkin saja murid-murid berpikir, bagaimana mungkin mengikuti seorang yang akan mati dan tidak memberi masa depan; sebaliknya mereka akan berhadapan dengan pimpinan agama Yahudi yang membenci Yesus, sehingga mereka pun akan di benci, bahkan mengalami nasib yang sama seperti Yesus. Yang tidak disadari murid-murid adalah bahwa penderitaan Yesus yang akan mati di salib itu adalah wujud solidaritas Yesus dengan manusia yang berdosa. Yesus solider dengan manusia termasuk dalam dosa dan maut. Tetapi dengan cara yang dmikianlah manusia dibebaskan dari kuasa dosa dan maut. Kiranya dalam minggu sengsara yang ke-5 ini, kita makin menyadari bahwa penderitaan dan kematian Yesus di kayu salib adalah merupakan titik balik kehidupan kita, yaitu dari kehidupan dalam kuasa dosa dan maut kepada kehidupan dalam kasih dan rahmat Allah, dari kehidupan dalam pelanggaran kepada kehidupan dalam kebenaran. Karena itu, mari kita berkomitmen untuk menjalani hidup ini dalam kebenaran bagi kemuliaan Allah. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)
Belum ada Komentar untuk "CIUMAN MAUT (Matius 26:47-56)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.