KESEHATIAN KITA DALAM MENYEMBAH TUHAN (Mazmur 50:1-23)

Seseorang atau sekelompok orang yang percaya kepada Allah, hubungan dengan Allah yang diimani itu dilakukan dalam bentuk ibadah. Di tempat ibadah, berlangsung kegiatan ibadah, seperti menyanyi memuji Allah, memberi persembahan, mendengar firman Allah. Jadi ibadah adalah sebuah relasi orang beriman dengan Allah. Karena itu, ibadah harus berkenan dan sesuai dengan kehendak Allah. Jika ibadah tidak sesuai dengan kehendak Allah, maka itu bukan ibadah yang sejati, bukan ibadah yang sesungguhnya dan bukan ibadah yang benar. Setiap hari minggu orang Kristen, termasuk warga GKI, ke gereja untuk beribadah. Apakah ibadah-ibadah orang Kristen sudah sesuai dengan kehendak Allah? Apakah ibadah-ibadah warga GKI sudah sesuai dengan kehendak Allah? Jangan-jangan ibadah kita selama ini sia-sia, karena tidak berkenan kepada Allah. Jangan-jangan ibadah kita tidak sesuai dengan kehendak Allah. Kalau begitu, seperti apa ibadah yang Allah kehendaki? Mari kita perhatikan dengan saksama Mazmur 50:1 – 23. Dalam Mazmur ini kita menemukan sebuah pelajaran mengenai ibadah yang Allah kehendaki.

 

Pertama-tama oleh Mazmur 50, yang menjadi bahan kotbah di seluruh jemaat GKI hari ini, kita diingatkan bahwa Allah itu adalah “Yang Mahakuasa” (ayat 1). Dialah Tuhan Allah yang selalu meminta umat-Nya untuk menyembah dan memuliakan-Nya. Perhatian ayat 14 dan 15, “Persembahkanlah kurban syukur kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada yang Maha Tinggi! Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan. Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku”. Umat Allah harus memberi persembahan syukur, harus membayar nazar, harus berseru dan meminta tolong dan memuliakan Allah. Dengan melakukan semua ini terlihat ada hubungan antara umat dengan Allah, karena itu, ibadah adalah sebuah relasi yang memuliakan Allah. Tetapi memberi persembahan syukur, membayar nazar, berseru dan memuliakan Allah, ini semua barulah sisi vertikal dari ibadah. Masih ada sisi horizontal dari ibadah itu, yakni perbuatan baik yang dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Sisi horizontal ini banyak kali dilupakan umat Allah, sehingga umat itu ditegur dan bahkan didakwa oleh Allah. Perhatikan ayat 7, “Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak mendakwa kamu: Akulah Allah, Allahmu”. Allah mendakwa dan mempersalahkan umat, bahkan menyebut perbuatan mereka sebagai perbuatan “orang fasik”. Perbuatan-perbuatan apa itu? Dalam ayat 17 – 21 disebutkan perbuatan-perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan umat Allah.

1.  Membenci teguran, tidak mau dinasihati

2.  Mengesampinkan firman Allah

3.  Bergaul dengan pencuri dan ikut menjadi pencuri

4.  Bergaul dengan orang berzina dan ikut berzina

5.  Mulut mengucapkan hal yang jahat

6.  Menfitnah saudara sendiri

Kalau umat Allah melakukan hal-hal tersebut, maka sesungguhnya mereka telah “melupakan Allah” (ayat 22), mereka tidak beribadah kepada Allah, mereka tidak ada relasi dan tidak memulikan Allah. Jadi ibadah yang Allah kehendaki adalah bukan hanya baik di tempat ibadah, tetapi juga baik di luar tempat ibadah; bukan hanya baik di gereja tetapi juga baik di rumah, di pasar, di kantor, di café dan restoran, di jalan dan di mana saja. Apakah ibadah kita selama ini sudah berkenan kepada Allah? Apakah ibadah kita selama ini adalah ibadah yang dikehendaki Allah?

 

Bagaimana kalau ibadah itu, relasi yang memuliakan Allah itu, tidak terjadi? Apa yang akan Allah lakukan? Allah memperingatkan umat-Nya untuk beribadah dengan benar. “Perhatikanlah ini, hai kamu yang melupakan Allah; supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan” (ayat 22). Allah marah kalau umat-Nya tidak beribadah dengan benar. Perhatikanlah, dan lalukanlah ibadah dengan benar, supaya Aku tidak menerkam, sebab kalau Allah marah dan bertindak menghukum Israel tidak akan ada yang dapat melepaskan atau menyelamatkan.

 

Ini juga peringatan bagi kita warga GKI untuk beribadah dengan benar, beribadah sesuai dengan yang Allah kehendaki, yaitu ibadah yang memuliakan Allah baik di tempat ibadah maupun dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di kantor, di pasar dan di manapun kita berada. Harus ada keseimbangan antara memuliakan Allah dan praksis kehidupan sehari-hari. Sebab “siapa yang mempersembahkan kurban syukur, ia memuliakan Aku; orang yang benar jalannya akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari Allah” (aat 23).  Percuma kalau kita memuliakan Allah melalui persembahan syukur, tetapi jalan hidup kita, praktek hidup kita tidak memuliakan Allah. Berarti ibadah kita di hadirat Allah tidak benar, ibadah kita tidak sesuai kehendak Allah. Dan kita diingatkan bahwa Allah bisa “berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya” (ayat 4). Hujan yang lebat, banjir, badai, tanah longsor yang membawa korban dalam kehidupan kita dapat menjadi tanda bahwa Allah sedang mengadili dan berperkara dengan umat-Nya. Karena itu, marilah kita gunakan kesempatan pada hari yang ke-19 di tahun 2025, kita masing-masing evaluasi peribadahan kita, apakah sudah sesuai dengan kehendak Allah atau belum. Apakah ibadah kita dalam gedung gereja dan jalan hidup kita sama-sama memuliakan Allah? Apapun jawaban masing-masing orang, tetapi firman Allah hari ini menegaskan bahwa Allah menghendaki umat-Nya, termasuk warga GKI, beribadah sesuai kehendak-Nya. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)   

 

 

 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "KESEHATIAN KITA DALAM MENYEMBAH TUHAN (Mazmur 50:1-23)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

YANG PALING BARU

PPT: MONEY IS NOT EVERYTHING

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed