MALAM KUDUS: JANJI YANG SELALU DIGENAPI, PERCAYA SUDAH MENDAPATKANNYA (Mikha 5:1-4; I Petrus 1:3-5)
Malam menjelang Natal 25 Desember, disebut sebagai “malam kudus”. Sebutan ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang istimewa pada malam tersebut. Keistimewaan malam tersebut karena “akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” (Mika 5:1). Mika menubuatkan bangkitnya seorang pemimpin bagi umat Allah, yang “akan menggembalakan mereka dalam kekuatan Tuhan, dalam kemegahan nama Tuhan, Allahnya” (ayat 3). Kehadirannya “menjadi damai sejahtera” (ayat 4) bagi umat Tuhan. Gambaran pemimpin umat seperti ini mengarahkan pikiran dan hati kita kepada sang Mesias yang datang ke dunia dalam diri Yesus, yang kelahiran-Nya membuat para gembala yang menjaga kawanan domba pada waktu malam ketakutan karena kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka ( Luk 2: 8 – 9). Malam itu sebenarnya sama dengan malam yang lain. Akan tetapi menjadi malam yang kudus, karena kemuliaan Tuhan bersinar menandai kelahiran sang Mesia, Juruselamat dunia.
Ketika kita saat ini beribadah pada “malam kudus”, hendaknya kita menyadari dan menghayati sungguh, bahwa kemuliaan Tuhan bersinar atas kita. Malam kudus yang kita rayakan saat ini merupakan suatu repetisi atau pengulangan terhadap apa yang terjadi atas gembala-gembala. Dan sama seperti para gembala itu, kitapun pada malam ini diliputi kemuliaan Tuhan, sebab Yesus mendatangi kita, dan kehadiran-Nya berarti damai sejahtera bagi kita. Dan ini yang dinyanyikan bala tentra Sorga ketika Yesus lahir: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14).
Karena itu, ibadah malam kudus ini bukan hanya sekedar pengulangan atas pengalaman rohani para gembala di padang Efrata, tetapi menjadi malam di mana kita bersyukur atas kasih karunia Allah, yang di dalam Yesus, sang Mesias, melahirkan kita kembali ke dalam satu kehidupan baru yang bebas dari kuasa dosa. Maka bersama Petrus biarlah kita berkata: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,..” (ayat 3). Memuji Allah seperti ini bukan hanya sekedar permainan kata bernuasa rohani, melainkan sebuah komitmen untuk membarui diri, agar “rahmat-Nya yang besar”, yaitu melahirkan kita kembali, benar-benar terjadi dalam kehidupan kita. Harus ada kelahiran kembali pada diri kita masing-masing; harus ada pembaruan diri pada setiap orang. Ketika kemuliaan Allah bersinar atas kita, maka akan terlihat hati kita yang jahat, pikiran kita yang kotor, kelakuan kita yang tak benar, permusuhan dan kebencian kita, semuanya terang benderan di hadapan Allah, tetapi juga terhadap orang lain.
Malam kudus ini adalah kesempatan yang Allah sediakan untuk kita menguduskan diri, karena Yesus Kristus datang menguduskan kita sehingga kita ada dalam kehidupan yang berpengharapan. Dari malam kudus ini, kita harus kembali ke dalam kehidupan kita masing-masing dengan hati dan kehidupan yang kudus. Karena hati dan hidup kudus itu terarah ke masa depan, yaitu “kepada suatu hidup yang penuh pengharapan” (ayat 5). Hati dan hidup kita yang kudus, yang tidak tercemar oleh dosa, bukan hanya untuk hari ini, melainkan untuk masa depan, “untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu” (ayat 4). Di sinilah letak keistimewaan dan keunikkan iman Kristen mengenai kehidupan masa depan dalam kerajaan sorga. Hidup masa depan dalam sorga itulah yang menentukan hati dan hidup kita dalam dunia hari ini. Sesuci apapun hati dan hidup kita hari ini, tetapi itu bukan yang menentukan, melainkan hidup yang sudah tersedia di sorga itulah yang membuat kita harus menguduskan hati dan hidup di dunia hari ini. Hal ini membuat kita berada dalam suatu ketegangan eskhatologi, yaitu kondisi tarik-menarik antara kehidupan dalam sorga yang menentukan kehidupan hari ini di dunia ini dengan pengalaman hidup duniawi yang tidak sesuai dengan hidup sorgawi tersebut. Dalam ketegangan inilah kita dituntun oleh Roh Allah, Roh Kudus, untuk menjalani hidup ini di dalam kebenaran. Malam kudus saat ini merupakan kesempatan membarui diri dan berserah sepenuhnya dalam tuntunan Roh Kudus untuk hidup di dalam kebenaran, agar ketika kita merayakan Natal kita merayakannya dalam Roh dan kebenaran.
Betapa pentingnya hidup dalam kebenaran, sebab bukan kita yang membuat kita dibenarkan dari dosa. Yesuslah yang membuat kita dibenarkan dari dosa, sehingga kita menjadi kudus dihadapan Allah. Dan Allah oleh kuasa-Nya, karena iman kita kepada Kristus, menjaga keselamatan kita yang siap dinyatakan pada akhir zaman (ayat 5). Sekalipun Allah menjaga keselamatan kita, karena iman kita kepada Kristus, namun iman kita itu harus teruji dalam kehidupan yang bebas dari kuasa dosa, dan bahwa kita sudah ada dalam keselamatan yang Allah sediakan, kita patut menjalani hidup ini dalam kebenaran, bukan dalam dosa dengan segala kejahatannya. Karena itu, marilah kita jadikan malam kudus ini, sebagai malam untuk setiap orang menguduskan dirinya dengan berkomitmen meninggalkan semua cara-cara hidup yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Allah sudah sediakan keselamatan di sorga, maka hendaknya kita menjaga kekudusan hati dan hidup kita di dunia hari ini dengan menjauhkan diri dari segala kejahatan. Yesus sendiri berjanji akan menjaga kita ketika Dia berpesan: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”(Mat 28:20). Amin!
Selasa, 24 Desember 2024,
Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th
Hotel Luminor, Pecenongan, Jakarta Pusat.
Belum ada Komentar untuk "MALAM KUDUS: JANJI YANG SELALU DIGENAPI, PERCAYA SUDAH MENDAPATKANNYA (Mikha 5:1-4; I Petrus 1:3-5)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.