DILENGKAPI DALAM PANGGILAN ALLAH (I Samuel 3:1-21)
Memanggil seseorang adalah hal biasa dalam kehidupan kita. Dalam keluarga misalnya, suami memanggil istri, orang tua memanggil anak, kakak memanggil adik. Atau di kantor, kepala kantor memanggil sekretarisnya. Jadi tindakan memanggil umumnya terjadi di antara mereka yang sudah saling kenal satu dengan yang lain. Hal memanggil juga bisa terjadi dengan orang yang belum dikenal, nanti setelah itu baru saling kenal. Pertanyaan kita, ketika Tuhan memanggil Samuel, apakah antara Tuhan dan Samuel sudah saling kenal. Apakah Tuhan kenal Samuel? Dan apakah Samuel kenal Tuhan? Kalau Tuhan pasti kenal Samuel. Bagaimana dengan Samuel? Ternyata Samuel belum mengenal Tuhan. Perhatikan ayat 7: “Samuel belum mengenal Tuhan”.
Dapat dimengerti kalau dua kali Tuhan memanggil Samuel, Samuel bukan datang kepada Tuhan tetapi datang kepada Eli. Tetapi Eli katakan: “Aku tidak memanggil; tidurlah kembali, dan Samuel melanjutkan tidurnya. Tuhan memanggil untuk ketiga kalinya, Samuel kembali mendatangi Eli, dan Eli sadar, bahwa Tuhanlah yang memanggil Samuel. Karena itu, Eli katakan kepada Samuel: “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: “Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar”(ayat 9). Pesan yang luar biasa: Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar! Sebelum kita merenungkan lebih dalam pesan Eli kepada Samuel ini, kita jawab dulu pertanyaan, mengapa Samuel belum mengenal Tuhan?
Mari kita perhatikan kembali ayat 7: “Samuel belum mengenal Tuhan, firman Tuhan belum pernah dinyatakan kepadanya”. Kenapa Samuel belum mengenal Tuhan? Karena, firman Tuhan belum pernah dinyatakan kepadanya. Itu alasannya, firman Tuhan belum dinyatakan kepada Samuel. Firman Tuhan belum dinyatakan. Apa itu firman Tuhan? Firman itu adalah Allah itu sendiri. Yohanes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”. Samuel belum mengenal Allah, karena Allah belum menyatakan diri-Nya dan belum berfirman menyatakan kehendak-Nya bagi Samuel. Dan ini saatnya, Allah menyatakan diri dan berfirman kepada Samuel. Perhatikan ayat 10: “Lalu datanglah Tuhan, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: “Samuel, Samuel”. Tuhan datang, Tuhan berdiri, Tuhan hadir, Tuhan menyatakan diri-Nya kepada Samuel. Tuhan menjumpai dan memasuki kehidupan Samuel. Di sini pengenalan akan Tuhan terjadi, sehingga ketika Tuhan memanggil: Samuel, Samuel, ia tahu itu Tuhan yang memanggil, dan ia menjawab: “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar”(ayat 10)! Berbicaralah, berfirmanlah, nyatakanlah kehendak-Mu, sebab hamba-Mu ini mendengar. Samuel menempatkan diri di hadapan Tuhan, sebagai hamba setelah Tuhan datang, hadir dan menyatakan diri-Nya, sehingga Samuel mengenal Tuhan. jadi seorang hamba Tuhan adalah seorang yang mengalami kehadiran Tuhan dan mengenal-Nya, sehingga ada hubungan yang intim dengan Tuhan. Maka seorang hamba, dia akan mendengar dalam arti melakukan kehendak Tuhan. Apakah orang Kristen adalah hamba Tuhan? Apakah pendeta adalah hamba Tuhan? Apakah penatua dan syamas adalah hamba Tuhan, apakah anggota jemaat adalah hamba Tuhan?
Mari kita belajar dari pengalaman Samuel tersebut. Kita sama seperti Samuel, sebelum Allah menyatakan diri-Nya kita sama sekali tidak mengenal Allah. Allah itu pribadi yang transenden, yang jauh dan tak terjangkau oleh siapapun. Kita baru bisa mengenal Allah ketika Ia datang dan memasuki kehidupan manusia, dan ini terjadi di dalam dan melalui Yesus Kristus. Perhatikan Yohanes 1:18, “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya”. Maka orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus, yang disebut Kristen (Kisah 11: 26), adalah orang yang mengenal dan hidup dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan, sehingga ketika Tuhan memanggil, maka ia akan menjawab: “Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar”. Itulah orang Kristen, itulah warga GKI, baik yang pendeta, yang penatua, yang syamas dan anggota jemaat adalah hamba Tuhan. Maka ketika Tuhan memanggil siap untuk menjawab: “berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar”.
Hari ini, dalam ibadah ini, Tuhan datang, berdiri di antara kita, memanggil kita dengan nama masing-masing, apa jawaban saudara? (teduh sejenak jemaat merenung untuk menjawab: “berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar”). Kalau Tuhan berbicara, maka Ia mau menyatakan kehendak-Nya untuk dilakukan, dan sebagai hamba Tuhan kita patut mendengar dan melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Ketika Tuhan berbicara kepada Semuel, apa yang Tuhan kehendaki untuk Samuel lakukan? Mari kita perhatikan ayat 11 – 14: Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Samuel: “Ketahuilah, Aku akan melakukan sesuatu di Israel, sehingga setiap orang yang mendengarnya, akan bising kedua telinganya. Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang keluarganya, dari mula sampai akhir. Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka! Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau korban sajian untuk selamanya.
Tuhan menghendaki Samuel memberitahu Eli, bahwa Tuhan akan menghukum keluarga Eli karena anak-anaknya menghujat Allah. Eli seorang imam besar, namun kedua anaknya, Hofni dan Pinehas, menghujat Allah dengan mengambil korban yang akan dipersembahkan kepada Allah (1 Sam 2: 12 – 17). Ini tugas yang tidak mudah. Samuel yang masih mudah dan tumbuh dewasa dalam bimbingan Eli, harus menyampaikan firman Tuhan bagi Eli, seorang imam besar. Tidak heran kalau “Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli” (ayat 15). Sikap Samuel ini hal yang manusiawi. Kita juga sering kali seperti itu. Malu hati menegur dan menasihati orang tertentu dalam jemaat, karena orang itu disegani, karena jabatannya, karena sumbangannya, atau karena ada hubungan keluarga, padahal prilakunya tidak sesuai dengan firman Tuhan. Samuel sekalipun segan, tetapi harus memberitahu, sebab dia adalah hamba Tuhan, yang harus mendengar dan melakukan apa yang dikehendaki Tuhan.
Ini pelajaran berharga bagi orang Kristen dan secara khusus bagi GKI di Tanah Papua. Kita tidak boleh menutup mata dan masa bodoh dengan dosa ekonomi, dosa sosial, dosa politik, dosa hukum, siapapun yang melakukannya. Kita harus bersuara terhadap dosa-dosa tersebut entah itu di dalam gereja maupun di tengah masyarakat, sebab kita adalah hamba Tuhan yang harus menyampaikan suara Tuhan. Kita juga tidak boleh diam terhadap dosa-dosa tersebut, karena sejak tahun 2022, pada sidang sinode ke-18 di Waropen, GKI telah berkomitmen untuk menjadi gereja pembawa keadilan, kedamaian dan kesejahteraan di Tanah Papua dan dunia, agar di atas tanah ini semua orang tanpa kecuali mengalami tanda-tanda kerajaan Allah dalam kehidupan masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.
Samuel menyampaikan semua yang Tuhan sampaikan kepadanya. Perhatikan ayat 18, “Lalu Samuel memberitahukan semuanya itu kepadanya dengan tidak menyembunyikan sesuatu pun”. Sebagai hamba Tuhan Samuel tidak menyembunyikan apa yang Tuhan firmankan. Secara terbuka Samuel menyampaikan dosa Eli dan hukuman atas keluarganya. Demikian halnya dengan Gereja dan orang Kristen, tidak boleh menyembunyikan apapun yang dinyatakan Tuhan. Orang Kristen dan secara khusus warga GKI harus menyatakan firman Tuhan terhadap dosa-dosa yang ada dalam gereja dan di tengah masyarakat. Tidak boleh karena merasa segan, lalu tidak berbicara. Kita harus berbicara, kita harus nyatakan kebenaran Tuhan terhadap kehidupan dalam gereja dan ditengah masyarakat yang tidak mencerminkan tanda-tanda kerajaan Allah. Allah di dalam dan melalui kuasa Roh Kudus memberi kita keberanian untuk menyatakan kehendak-Nya di tengah kehidupan bergereja dan bermasyarakat yang acap kali tidak mencerminkan kehendak Tuhan. Kita tidak dapat mendiamkan kehidupan yang jauh dari kebenaran Tuhan. Dalam janji penyertaan Tuhan, mari kita jalani keberadaan sebagai hamba Tuhan untuk menyampaikan kebenaran dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)
Belum ada Komentar untuk "DILENGKAPI DALAM PANGGILAN ALLAH (I Samuel 3:1-21)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.