BAHASA LIDAH, BAHASA SEHARI - HARI (Artikel)
Pertanyaan “mengapa di Gereja kita tidak ada bahasa lidah?” adalah pertanyaan yang sering dilontarkan anggota jemaat. Kali ini saya membagikan tulisan Pdt. Joas Adiprasetya dalam bukunya: Labirin Kehidupan 2 pada Bab 14 ia menjelaskan tentang bahasa lidah. Artikel ini dimaksudkan untuk memperkaya pemberitaan Firman Tuhan dalam GKI di Tanah Papua yang pada minggu berjalan ini membaca dari Kisah Para Rasul 2:1-40 tetapi juga kita semua para sahabat yang sedang merayakan Pentakosta.
Bahasa lidah dalam Alkitab terarah pada beberapa model. Pertama adalah Kryptolalia yaitu fenomena munculnya “bahasa” yang sama sekali tidak dipahami, dengan memakai suku – suku kata yang tidak ditemukan artinya di dalam bahasa manapun di dunia. Kedua adalah Xenolalia yaitu pemakaian bahasa asing yang sama sekali tidak dikuasai oleh orang yang berbahasa lidah, tetapi dipahami oleh orang yang mendengarkannya. Lalu ada juga model bahasa lidah yang memanfaatkan teori diglossia (teori dua bahasa). Teori diglossia menegaskan bahwa hamper setiap orang mempergunakan dua bahasa. Bahasa yang pertama adalah bahasa yang tinggi (H), yang dipergunakan dalam peristiwa resmi dan bahasa yang kedua adalah bahasa yang rendah (L), yang dipergunakan sehari – hari. Robert Zerhusen menerapkan teori ini untuk meneliti fenomena bahasa lidah baik dalam Kisah Para Rasul 2 maupun dalam I Korintus 12-14.
Pada saat peristiwa bahasa lidah terjadi, orang – orang Yahudi dari berbagai penjuru sedang berada di Yerusalem untuk merayakan Pentakosta. Pada hari itu Roh Kudus menggerakkan para murid Yesus untuk menyuarakan Injil. Kuasa Roh Kudus menaungi mereka sehingga mereka mulai berbicara dalam bahasa – bahasa lain (Kis 2:4). Jika melihat daftar daerah yang dicatat dalam Kis 2:9-10, ternyata terdapat dua kelompok besar bangsa yang dipersatukan masing – masing dalam bahasa sehari – hari yang berbeda. Kelompok yang pertama adalah Partia, Media, Elam dan Mesopotamia (ay. 9a) dan kelompok yang kedua adalah sisanya (ay.9b-10). Kelompok pertama adalah orang – orang Yahudi perantauan yang berbicara dengan bahasa Aram; mereka adalah keturunan Yahudi yang pernah terbuang di tanah Asyur. Sedangkan kelompok kedua adalah orang – orang Yahudi yang merantau ke arah Barat Palestina, yang berbicara dengan bahasa Yunani. Jadi yang dimaksud dengan bahasa – bahasa lain di dalam ayat 4 itu adalah bahasa – bahasa yang dipakai oleh orang – orang Yahudi perantauan dalam kehidupan sehari – hari yaitu Aram dan Yunani. Jadi yang terjadi dalam peristiwa Pentakosta itu adalah para murid tampil mewartakan Injil dengan kuasa Roh Kudus dengan bahasa yang dipahami oleh banyak orang Yahudi perantauan yang datang ke Yerusalem untuk merayakan Pentakosta. Roh Kudus berkarya membawa banyak orang kepada Allah. Itulah mujizat di hari Pentakosta.
Ketika Roh Kudus berkarya pada hari Pentakosta, Ia memberi kuasa kepada para murid untuk menyuarakan Kristus. Kisah Para Rasul 2:4 menunjukan bahwa kuasa Roh Kudus itu diberikan kepada para murid agar mereka mengatakan kebenaran (Yun: apophtheggomai). Kata apophtheggomai hanya muncul 3 kali dalam Perjanjian Baru yaitu Kisa Para Rasul 2:4 dan 14 serta Kisah Para Rasul 26:25. Terjadi sinergi antara karunia berkata – kata dalam bahasa Roh dengan pikiran yang jernih. Ketika itu terjadi maka yang keluar dari mulut orang itu menjadi sebuah bahasa lidah. Karena itu jangan gundah jika Anda tidak pernah berbahasa lidah secara supernatural. Apa yang supernatural bukanlah pengalaman manusiawi kita. Yang supernatural adalah Roh Kudus itu sendiri. Roh Kudus bekerja melalui cara – cara yang natural dan manusiawi dalam keseharian kita. Oleh sebab itu kita harus makin serius dengan perkataan kita. Kata – kata memiliki kekuatan. Kata – katayang kita ucapkan dapat membawa orang lain pada kebenaran atau sebaliknya menjauhkan orang dari kebenaran. Jadi pakailah bahasa sehari – hari menjadi bahasa lidah terbaik kita yaitu bahasa cinta. (Sumber: Joas Adiprasetya dalam “Labirin Kehidupan 2: Berjumpa dengan Allah dalam Peziarahan Sehari – hari, BPK Gunung Mulia, 2020 halaman 88-94)
Belum ada Komentar untuk "BAHASA LIDAH, BAHASA SEHARI - HARI (Artikel)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.