PEMBARUAN DIMULAI DARI KELUARGA (Kolose 3:18-4:6)

Tema kita hari ini: Pembaruan dimulai dari keluarga. Jika keluarga sehati, keluarga akan beribadah bersama, jika tidak; masing – masing pasti cari jalan sendiri. Paulus sampaikan untuk Jemaat di Kolose sebagaimana tema kita hari ini: “Pembaruan dimulai dari keluarga”. Betapa pentingnya relasi dalam keluarga didasarkan dalam kasih Tuhan. Mengapa pembaruan harus dimulai dari keluarga? Kita tidak akan pernah dapat mengubah dunia jika kita tidak memulai dari keluarga kita sendiri. Kita tidak dapat menjadi berkat bagi orang lain jika tidak jadi berkat terlebih dahulu keluarga. Pemberitaan Injil harus dimulai dari Yerusalem dulu (ke dalam keluarga terlebih dahulu – setelah itu ke Roma dan ke seluruh dunia). Bagi Paulus orang-orang percaya di Kolose harus tampil beda supaya setiap keluarga Kristen itu disegani, dan dihormati, sehingga orang yang belum percaya menjadi percaya karena melihat teladan hidup keluarga Kristen.  Pada perikop sebelumnya Paulus berbicara tentang manusia baru, nah bukti manusia yang baru itu mesti tampak dalam keluarga. Dalam teks kita ini, relasi dalam keluarga itu dimulai dengan ay. 18 agar setiap Istri tunduk kepada suami sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Apa arti kata tunduk? Paulus menggunakan kata ὑποτάσσω hupotasso yang dapat diartikan penaklukan diri secara sukarela. Ini tidak berarti bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki. Istri tunduk kepada suami karena keduanya terikat dalam satu persekutuan dalam Kristus. Suami harus mengasihi istri dan jangan berlaku kasar terhadap dia (ay. 19). Kita melihat Paulus menggunakan kata kerja mengasihi “agapao” yang berarti kasih dalam perbuatan. Selanjutnya kata “pikraino” mengandung makna: “kasih yang tidak membuat sedih atau menyakiti hati”; mengasihi seperti Yesus mengasihi jemaat. Relasi isteri dan suami dalam hal tunduk dan mengasihi adalah dalam terang Kristus untuk menghadirkan sukacita dan damai sejahtera. Tidak ada yang disembunyikan dan tidak ada kepura – puraan. Paulus juga memberi nasihat tentang relasi antara orangtua dan anak-anak. Anak-anak diharuskan untuk menaati orangtua dalam segala hal dan bapa-bapa jangan menyakiti hati anak-anak sehingga hati mereka tidak menjadi tawar. Anak-anak menaati orangtua bukanlah suatu pengekangan untuk setiap aktifitas mereka tapi lebih untuk melatih anak-anak dalam proses hidup. Orang tua yang lebih dahulu melihat matahari, jadi anak – anak marilah taat dan orang tua mesti menjadi teladan. Paulus juga berbicara tentang relasi antara hamba dan majikan. Seorang hamba yang bekerja haruslah melakukan segala pekerjaannya dengan tulus hati, bukan asal bos senang, jika bos melihat si pekerja rajin, jika bos tidak melihat maka si pekerja malas – malasan. Bekerja dengan ketulusan hati adalah bukti hidup takut akan Tuhan. Sedangkan tuan-tuan harus berlaku adil dan jujur terhadap hamba-hambanya. Sebab baik majikan maupun hamba, semuanya mesti takut dan taat kepada Tuhan. Paulus memberi kesimpulan tentang semua relasi dalam keluarga itu dengan perkataan: “apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”. Apapun yang kita kerjakan bukan untuk menunjukkan siapa kita tapi untuk memuliakan Tuhan. Kita terus bertekun dalam doa, berjaga-jaga dan selalu mengucap syukur, hidup dalam hikmat, berkata – kata dengan kasih. Keluarga bahagia adalah keluarga yang setiap anggota keluarganya, baik suami, istri, orang-tua, dan anak-anak hidup dalam ketaatan kepada firman Tuhan dan mempersilahkan Tuhan hadir dalam keluarganya.  

 

Ada sebuah kisah lucu. Suatu ketika seorang kakeknya (istiah di Papua: tete) sedang bersantai dengan cucunya. Lalu cucu mendengar sang kakek berbicara kepada nenek: “Darling, sa lapar nih, bawa makanan kah! Istrinya dengan senyum manis langsung datang membawa makanan. Setelah itu si Kakek bersuara lagi: "Sayang" sa pung kopi mana? Lalu Nenek membawa kopi. Setelah makan dan minum kopi. Si kakek berbicara lagi dengan istrinya: "Honey", sa dengan cucu mau jalan, mau ikut pergi atau tidak? Karena cucunya penasaran cucu berkata begini: Tete nhiii tra kosong, setiap kali panggel Nene selalu deng panggilan darling, sayang, honey. Darling su ada makanan? Sayang kopi mana? Honey mo ikut?. Tete ni paleng romantis sampeee… de pu rahasia apa ka??”

Si kakek memanggil cucu mendekat dan berkata pada cucunya: “sstttt mari sini Tete bisi-bisi, ko jang bilang-bilang sama Nene e?” Cucu: Kenapa jadi Tete?. Tete: “Tete su lupa Nene pu nama”

Si kakek tidak ingat lagi nama istrinya, tapi tidak melupakan cinta di antara mereka. Kitapun jangan pernah melupakan cinta Tuhan. Cinta Tuhan dalam keluarga harus terus menyala. Supaya setiap keluarga mengalami pembaruan dan setiap keluarga berdampak menjadi berkat bagi banyak orang. Apapun yang terjadi sampe menua, kecantikan luntur, rambut memutih, bahkan kulit mengkerut. Cinta dalam keluarga tidak tergantikan, karena Yesus ada dalam keluarga, bahagialah kita. Jika Yesus berkuasa di dalam keluarga, pasti kita Bahagia. Amin. Selamat Hari Minggu. Tuhan memberkati.  

 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "PEMBARUAN DIMULAI DARI KELUARGA (Kolose 3:18-4:6)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

YANG PALING BARU

KHOTBAH 2: SIKAP DAN MENTAL ILAHI ( II Korintus 10:1-1)

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed