AKU TELAH MATI, NAMUN LIHATLAH AKU HIDUP (Wahyu 1:9-20)
Adakah di antara kita yang tidak pernah bersedih saat berduka, tidak merasa apapun saat kehilangan, tidak pernah khawatir saat berada dalam masalah? Sejujurnya sebagai manusia kita mengakui bahwa dalam pahit manisnya hidup, kita mengalami dinamika rasa yang campur aduk. Kita sedih saat berduka, tersenyum saat bahagia, tertawa saat gembira, meratap saat kehilangan, menangis saat terharu, juga khawatir saat terbeban. Perasaan kita dipengaruhi oleh keadaan yang kita alami. Hari ini dengan tema khotbah: “Aku telah mati namun lihatlah Aku hidup” maka kita belajar memaknai Kebangkitan Yesus di tengah realitas kehidupan yang penuh dinamika.
Saudaraku, ketujuh jemaat Kristen di Asia Kecil yang menjadi alamat Kitab Wahyu sesungguhnya sedang mengalami realitas penganiayaan dan penindasan. Pada masa kitab Wahyu, hidup orang Kristen sangat menderita. Menjadi Kristen berarti hidup terancam. Tidak patuh kepada penguasa Romawi berarti mati “game over”. Orang – orang Kristen masa itu dikejar untuk di bunuh, di bakar hidup – hidup, menjadi tontonan saat di mangsa oleh binatang buas. Itu terjadi di masa Kaisar Nero maupun Domitianus antara tahun 60 – 90 M. Hidup di masa seperti itu saudaraku, iman benar – benar diuji, menjadi Kristen harus siap mati, nah bisakah orang Kristen tetap setia?
Untuk menguatkan umat Tuhan yang sedang menderita itu, Tuhan memberikan penglihatan kepada Yohanes di Pulau Patmos. Patmos adalah sebuah pulau kecil di laut Egea, dekat ke Efesus. Yohanes saat itu sedang menjadi tawanan di Patmos. Tapi Allah menyatakan maksudNya supaya Yohanes tetap memberitakan tentang Kristus yang bangkit, memberi pengharapan dan kekuatan bagi orang – orang Kristen yang sedang menderita. Itu sebabnya, Yohanes menyebut dirinya dalam ayat 9 sebagai “saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan, dan dalam ketekunan menantikan Kristus”. Ini memberi pesan agar dalam penderitaan dan kesulitan, orang Kristen tetap sehati dalam iman, dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Kristus. Kristus memberikan penglihatan kepada Yohanes, itu membuktikan bahwa Ia adalah Allah yang selalu hadir dan menyertai umatnya. Kehadiran Yesus menyertai Gereja digambarkan sebagai Anak Manusia yang berjalan di tengah-tengah 7 kaki dian emas.
Saudaraku, kitab Wahyu ini disebut kitab yang bercorak sastra apokaliptik. Artinya, Kitab ini penuh dengan banyak simbol yang mesti disingkapkan. Ada simbol angka, warna, benda (sangkakala, cawan, meterai), simbol hewan juga peristiwa – peristiwa yang dahsyat. Simbol – simbol itu berkaitan dengan realitas penderitaan yang dialami orang Kristen. Tapi juga menyaksikan kemuliaan Tuhan seperti gambaran Anak Manusia dalam ayat 13 – 16: “berjubah panjang, kepala dan rambut yang putih, mata bagaikan nyala api, wajahNya bersinar - sinar bagaikan matahari”.
Di dalam bacaan kita ini, Sang Anak Manusia yaitu Kristus sendiri menyampaikan firmanNya bagi Yohanes dan bagi umat Tuhan. FirmanNya: Jangan takut, Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir (Alfa dan Omega), dan yang hidup. Aku telah mati namun lihatlah Aku hidup, sampai selama – lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut”. Firman dari yang kekal dan tema khotbah kita hari ini: “Aku telah mati namun lihatlah Aku hidup”, menjadi kekuatan dan pengharapan bagi kita dalam realitas kehidupan yang sedang kita alami. Yesus telah mati namun ia bangkit dan hidup. Ia menyertai dan memberkati kita dalam setiap realitas. Teror bom yang dialami Gereja di Makasar, bencana yang sedang melanda saudara – saudara kita di NTT, perjuangan di tengah Covid 19, pergumulan Otonomi Khusus dan pelanggaran HAM di Papua, pergumulan pembangunan di Waropen, pergumulan saat sakit, kesedihan saat berduka, beban – beban ekonomi, tantangan dalam pelayanan, maupun pergumulan dalam keluarga dan pekerjaan. Itu realitas yang sedang kita hadapi. Jangan takut sebab Yesus adalah yang kekal. KuasaNya kekal, penyertaanNya kekal. Jangan takut untuk menghadapi kenyataan hidup karena kebangkitan-Nya memberikan kepastian bahwa Ia hidup. Ia telah menang menjalani Viadolorosa. Mengiring Yesus dalam Via Dolorosa kehidupan kita adalah proses untuk mengalami kemenangan. Kita bersukacita dalam kebangkitan Kristus karena kita juga sudah berjalan dalam penderitaan dengan Kristus.
Yesus ada dalam realitas sulit apapun. Ia hadir ditengah-tengah gumul umatNya – seperti Anak Manusia yang berada ditengah-tengah Kaki Dian dari emas. Ia menjadi penjaga seperti tujuh bintang yang menjadi Malaikat Penjaga ke - 7 jemaat. Namun kitapun dipanggil untuk menjadi umat Tuhan dan pelayan dalam GerejaNya yang menyatakan kehadiran Kristus yang bangkit di tengah realitas dunia. Sehati bersama untuk pelayanan dan pembangunan dalam jemaat, berjuang bersama menyiapkan keluarga dan jemaat menjadi tuan rumah Sidang Sinode, berbagi bersama dalam kelebihan atau kekurangan, saling mendoakan bersama semua saudara seiman dalam kesulitan. Realitas hidup memang membuat rasa campur aduk tetapi perasaan kita tidak tergantung pada keadaan. Segala rasa entah marah terhadap keadaan, kecewa dengan seseorang, tidak berdaya dalam hidup. Semua rasa di hati dan setiap keadaan hidup, mari kita gumuli bersama Tuhan. Jangan takut! Yesus yang kekal mengatasi kehidupan ini bersama kita. Pergunakan waktu anugerahNya sebagai kesempatan untuk sehati dalam penderitaan, bergumul bersama dalam perjuangan, berkarya dan melayani untuk kemuliaan Tuhan. Selamat menikmati realitas pergumulan hidup dalam Kristus. Ia telah mati namun Ia bangkit dan hidup selamanya. Tuhan memberkati. Amin.
Belum ada Komentar untuk "AKU TELAH MATI, NAMUN LIHATLAH AKU HIDUP (Wahyu 1:9-20)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.