IBADAH YANG SEJATI (Mazmur 50:1-23)
Di sebuah desa, terdapat banyak burung Kakaktua. Suatu hari hinggaplah seekor burung Elang pada jendela sebuah rumah di desa itu. Sang pemilik rumah menangkap Elang itu. Karena penduduk desa tersebut belum pernah melihat burung seperti itu, mereka pun memutuskan untuk memendekkan bulu sayap, memotong cakar, dan mengikir paruh Elang supaya menyerupai Kakaktua. Penduduk desa itu berhasil merubah penampilan si Elang menjadi hampir sama dengan burung Kakaktua tetapi mereka tidak dapat mengubah kelakukan dan jati diri si Elang. Elang itu pada akhirnya hanya kelihatannya saja seperti Kakaktua namun ia tetaplah seekor Elang.
Ketika adalah pengikut Kristus, kita sudah ditebus oleh Kristus tetapi apakah hidup kita menyerupai Kristus? Kita rajin beribadah, kita selalu memberi persembahan, kita setia berdoa tetapi apakah hidup kita sejalan dengan ibadah itu? Ataukah kita hanya kelihatannya saja beribadah?
Mazmur 50:1-23 adalah Mazmur Asaf. Asaf adalah ahli musik keturunan suku Lewi. Itu berarti hidup Asaf terikat dengan pelayanan di Bait Allah. Mazmur ini menjadi sebuah perenungan, pengajaran dan peringatan tentang Ibadah yang sejati. Ibadah yang sejati adalah juga tema khotbah kita saat ini. Pada bagian awal, pemazmur menggambarkan Allah sebagai Sang Pencipta yang memanggil umat-Nya untuk mendengarkan titah-Nya Allah, untuk mengetahui keadilan Tuhan. Segala sesuatu bersumber dari Allah. Allah tidak membutuhkan apapun, karena semua yang dimiliki umat manusia adalah milik Allah. Karena itu ibadah yang sejati berarti mempersembahkan syukur bukan hanya dengan korban – korban persembahan (hewan, uang atau apapun juga) tapi dengan hati yang penuh syukur. Ibadah yang sejati bukan hanya pujian dan doa melalui ucapan mulut dalam ritus ibadah tapi juga hidup yang memuliakan Allah dan senantiasa mengimani titah Allah.
Tuhan menegor umat yang mementingkan korban bakaran lebih daripada hati yang jujur. Perkenan Tuhan tidak dapat dibeli dengan apa pun sebab segala sesuatu adalah milik-Nya. Karena itu, korban syukur itu harus diwujudkan melalui sikap hidup sehari-hari. Allah mengecam orang yang mendalami FirmanNya dan berbicara tentang perjanjian-Nya tetapi membenci teguran, mencuri, berzinah, memfitnah, dan mengucapkan kata dusta. Allah membenci orang yang kelihatannya saleh tapi hidup dalam dosa. Allah mengecam orang fasik, orang yang berpura – pura dan munafik, orang yang kelihatannya saja beribadah tetapi tidak menampakkan hakekat ibadah dalam kehidupan sehari – hari.
Firman ini menegaskan bahwa Allah menghendaki umat-Nya untuk hidup serasi dengan kegiatan ibadah. Ibadah yang sejati bukan hanya ritual di tempat ibadah, melainkan sikap dan perbuatan dalam kehidupan setiap hari. Allah tidak dapat disogok dengan ritual ibadah yang penuh hikmat namun dengan moral yang bobrok. Kita tidak dapat menipu Allah seperti kita menipu manusia melalui tampilan luar. Jika kita adalah murid Kristus maka kita harus membuktikan itu bukan hanya lewat penampilan dengan memakai kalung Salib atau menenteng Alkitab setiap kali pergi beribadah tapi melalui hidup yang memikul Salib dan melakukan FirmanNya. Seperti kisah burung Elang yang diubah menjadi Kakaktua namun hanya penampilannya saja yang berubah. Demikian juga kita, jangan sampai penampilan anak Tuhan tapi kelakuan anak Iblis. Jadi ibadah yang sejati adalah hidup yang dipersembahkan dalam ketaatan kepada Allah. Tidak hanya dalam arti ibadah di Gereja, tetapi juga dalam arti hidup yang melakukan Firman Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Pemazmur menyimpulkan itu dengan pernyataan Tuhan, “Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya”.
Jika hari ini kita sudah berjumpa dengan Allah dalam Ibadah di gedung Gereja maka nyatakanlah perjumpaan dengan Allah itu dalam kehidupan setiap hari. Jadilah pribadi – pribadi yang mengenal Kristus dalam kesungguhan dan menjadi saksi Kritus dalam kehidupan nyata. Jadi ibadah tidak hanya berakhir di hari minggu saja tetapi terus berlanjut di hari – hari selanjutnya. Jika hari minggu kita jujur dan saleh maka hari – hati lainnya pun demikian. Setiap hari adalah ibadah. Setiap aktivitas adalah persembahan bagi Tuhan. Ingatlah, hidup tanpa ibadah ibarat berlayar tanpa arah dan berlabuh tanpa pijakan. Karena itu hiduplah berkenan kepada Allah, nyatakanlah ibadah yang sejati bukan saja di Gereja tapi juga dalam keseharian dan rutinitas di rumah, dalam pekerjaan di kantor, dalam pergumulan di masa Pandemi Covid 19 bahkan di tengah panasnya suhu politik menjelang PILKADA. AMIN. Tuhan memberkati. Selamat hari Minggu
Belum ada Komentar untuk "IBADAH YANG SEJATI (Mazmur 50:1-23)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.