SEJARAH PEKABARAN INJIL DI PAPUA (Part 4)
Kehadiran Injil Kristus di tanah Papua dan lahirnya GKI Di Tanah Papua
secara devakto organisasi adalah bukan untuk satu suku tertentu
melainkan untuk semua suku di tanah Papua. Karena itu alangkah kerdilnya
pikiran kita bila dikatakan bahwa hadirnya Injil dan hadirnya GKI di tanah
Papua hanya untuk suku tertentu semata. Bila ada konsep seperti itu, nampaknya
ia mulai menyisikan faham Injili dan Oikumenis yang telah dibangun sekian lama
dalam gereja ini. Sejarah PI dan sejarah GKI di Tanah Papua telah mencatat
bahwa tanah ini dimenangkan oleh Injil dan karena Injil itulah berdirilah GKI
Di Tanah Papua. Faham nasionalisme etnis tidak memiliki power menghadirkan
Injil dan melahirkan GKI Di Tanah Papua.
Kita patut mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus melalui tuntunan
kuasa Roh Kudus, GKI Di Tanah Papua telah menjadi satu Gereja yang berdiri
mandiri di tengah-tengah dunia ini dari hasil pekerjaan penginjilan. Tuhan
mempunyai rencana istimewa bagi tanah ini sehingga GKI berdiri di
atas dasar pekerjaan para rasul dan para nabi yang batu penjurunya
ialah Yesus Kristus sendiri. Hakikat kehadiran Injil Kristus ialah
mempersatukan segala suku, bahasa dan budaya di atas tanah Papua dalam
persekutuan tubuh Kristus. Bila waktu lalu prinsip dasar teologi ini (yang
telah menjadi ideologi GKI) tidak dibagun dan ditanamkan sebelum GKI
dinyatakan berdiri, sudah pasti di setiap daerah di atas tanah ini berdirilah
gereja-gereja suku.
Tidak dapat dipungkiri bahwa rencana seperti itu terlihat muncul, manakala
Pdt. Markus yang menerbitkan suatu tata gereja sementara untuk
jemaat-jemaat di dalam resort Inanwatan. Niat ini secara radikal Kijne
menolaknya di tengah-tengah peserta konferensi zendeling tahun 1951 di Serui,
dengan suatu harapan agar gereja yang nantinya lahir itu menghimpun dan
mempersatukan semua orang Papua di antara sekian banyak suku dalam satu Gereja
Kristen Injili Di Tanah Papua.
Sikap tegas Kijne sejak dulu, kini menjadi nyata pada kita semua bahwa GKI
adalah Gereja Injili dan bukan Gereja etnis sampai sekarang. Prinsip GKI tidak
sama seperti Gereja HKBP di Sumatera Barat, Gereja GKJW di Jawa dan beberapa
gereja kesukuan lainnya yang ada di Indonesia.
Sebenarnya, Papua yang memiliki hampir kurang lebih 250-an suku bahasa,
boleh dikatakan, bisa memungkinkan lahirnya gereja-gereja kesukuan. Mengapa
tanah Papua tidak sama seperti dengan daerah-daerah lain misalnya Sumatera,
Jawa, Sulawesi, yang memiliki gereja-gereja kesukuan, padahal kalau mau
dibilang jumlah suku mereka seberapa saja?
Menjawab pertanyaan seperti ini ada tigal hal penting yang merupakan
jawaban mendasar.
Jawaban Iman : GKI
menjadi Gereja Kristen Injili oleh karena kemurahan TUHAN. Prinsip dasar kehadiran Kristus dalam dunia
ini adalah demi persekutuan manusia dengan Pencipta, dengan Sesama
dan dengan Alam ciptaan Allah. Jadi, khususnya sesama
manusia, Allah dominan menganugrahi faham kebersamaan di tengah-tengah
kemajemukan suku.
Jawaban Historis : Kalau Injil tidak hadir di tanah Papua, saya tidak tahu,
apa jadinya orang-orang di atas pulau itu. Tetapi oleh karena Injil itulah para
ZENDELING -Ottow, Geissler, van Haselt, Jesrick, Wolders, Binkh van Ball dan
lain – lain, berjuang bekerja keras agar sikap hidup lama menjadi baru; perang
berubah menjadi damai di antara suku, jual beli budak antar suku berubah menjadi
persaudaraan yang harmonis. Dengan adanya penanaman Injil dalam kehidupan orang
Papua, maka Injil itu menjadi pemersatu di antara setiap suku. Peran zendeling
adalah penanam bibit Injil yang walau pun tidak menuai tetapi telah ikut
menanam Injil pemersatu itu.
Jawaban Pastoral : I.S. KIJNE bukan sekedar pendidik melainkan sebagai
seorang motivator berdirinya GKI Di Tanah Papua. Faham Injilisme dan oikumenis
ditanamkan secara sistematis dan terarah kepada rekan-rekan kerjanya dan lebih
utama lagi kepada para muridnya yang kemudian hari menjadi pemimpin dalam
gereja GKI di tanah Papua. Suara profetis terus dikumandangkan tentang sebuah
nilai persekutuan bagi orang Papua di dalam keanekaragam suku dan bahasa. Oleh
karena faham seperti itulah maka GKI tidak lahir menjadi gereja suku melainkan
gereja Injili dan oikumenis.
Tiga jawaban di atas ini merupakan landasan lahirnya Gereja Kristen Injil
Di Tanah Papua yang Injili dan Oikumenis. Hanya karena anugerah Tuhan yang
besar, para zendeling memberitakan Injil pemersatu bagi orang Papua, dan
melalui pastoral para pendiri menjadikan GKI sebagai gereja Injili dan
Oikumenis.
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa tidak ada satu kekuatan di bumi ini
yang dapat membatasi ruang dan waktu pekerjaan penginjilan. Injil memiliki
kuasa yang besar menembusi segala dinding penghalang. Ia bersifat dinamis,
ibarat air sungai yang terus mengalir tanpa batasnya.
Panggilan memberitakan Injil kepada dunia merupakan tugas pokok setiap
manusia, siapa pun dia.
Ottow dan Geissler bersama rekan-rekannya menginjili orang Papua karena
amanat Kristus, yaitu pergi dan memberitakan Kabar Baik bagi setiap manusia.
Ini dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kesetiaan pada Sang
Pemanggil, Yesus Kristus. Orang-orang di Eropa, termasuk Ottow, Geissler, van
Hasselt dan para zendeling lainnya, merasa bahwa mereka menjadi orang Kristen
oleh karena diInjili. Karena itu, Injil yang telah menjadi bahagian hidup
mereka perlu disampaikan kepada suku-suku bangsa yang belum mengenal Injil
Keselamatan supaya memiliki Injil itu.
Beberapa refleksi penting yang perlu diingat oleh kita sehubungan dengan tugas
menginjili oleh karena diinjili
Amanat Agung Yesus Kristus (Mat. 28:19-20)
Semua Gereja di muka bumi ini memahami benar
bahwa penginjilan merupakan tugas pokok yang tidak mungkin
dikesampingkan. Amanat Kristus inilah yang menjadi fondasi alasan sehingga baik
indifidu manusia maupun institusi gereja tetap terus melaksanakan pekerjaan
penginjilan. Pekerjaan ini tidak akan berhenti, sampai si pemberi Amanat itu
yang memberhentikannya.
Nilai Pekerjaan Zendeling
Pekerjaan zendeling menjadi catatan historis
yang tidak dapat tidak dilupakan dalam sejarah perjalanan GKI Di Tanah Papua.
Zendeling meletakan dasar semangat penginjilan bagi Gereja di masa sekarang.
Pekerjaannya yang menyimpan nilai kesetiaan dan ketekunan yang sungguh-sungguh cemerlang
itu memberi kontribusi penting bagi dunia penginjilan di dalam gereja dewasa
ini.
Seorang penginjil maupun seluruh warga gereja
yang telah menerima tugas pemberitaan Injil itu, amatlah penting dan serius
berkaca dari para zendeling, baik yang berasal dari badan zending tukang, dari
UZV, dari guru-guru Ambon, Sangihe dan anak-anak negeri Papua, agar senantiasa
mengikuti jejak mereka untuk pemberitaan injil dewasa ini.
Ada sebuah pesan historis dari seorang penginjil
di era 1950-an, Grj. Y. Dimara (alm), yang hampir menghabiskan waktu kerjanya
di tengah-tengah masyarakat suku Arfak, Ia mengatakan bahwa “GKI Di Tanah Papua adalah sebuah gereja
yang dibangun berfondasikan ‘Roh Kesetiaan’. Roh itu yang telah dimiliki
oleh Ottow dan Geissler, Van Hasselt dan
rekan-rekan kerjanya dari UZV, para guru dari Ambon, Sangihe, serta oleh para
penginjil asal Papua, seperti Petrus Kafiar, Pdt. Rumainum, Pdt. Abba, Pdt.
Osok,… dsb, sehingga mereka bekerja dengan setia, walau menghadapi
besarnya tantangan pada waktu silam”.
Pesan historis yang dikemukakan GrJ. Y. Dimara
di atas adalah suatu pesan yang memiliki nilai perjuangan dinamis bagi seluruh
warga dan para aktivis GKI yang terus mengembang tugas pekabaran Injil di tanah
Papua. Roh Kesetiaan itu masih tetap ada dan tetap terus ada dalam gereja ini
untuk mengingatkan kita akan tugas itu.
Semenjak GKI Di Tanah Papua berdiri secara
mandiri sampai sekarang ini, pekerjaan Pekabaran Injil tetap dilaksanakan
secara kontinyu. Pembukaan Naskah Tata Gereja Tahun 1984 : Gereja Kristen Injili Di Irian Jaya sungguh menegaskan bahwa GKI Di
Tanah Papua “sebagai Gereja yang dipanggil dan dibentuk Tuhan, maka Gereja
Kristen Injili di Irian Jaya diutus untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah itu
dalam bentuk Persekutuan, Kesaksian dan Pelayanan Kasih”. Dalam
hal ini, amatlah jelas bagaimana pekerjaan pemberitaan Injil itu merupakan
tugas pokok gereja yang tidak
mungkin diabaikan. Walaupun diakui bahwa dinamika pekerjaan Pekabaran Injil itu
terkadang terjadi turun-naik dalam lingkungan GKI Di Tanah Papua, namun apa pun
alasannya, Pekabaran Injil tetap berjalan.
Berbicara tentang tugas pemberitaan Injil adalah merupakan kewajiban semua
orang percaya (gereja-imanen). Namun, secara organisasi, GKI memiliki
Departemen yang langsung menangani tugas pekabaran Injil pada aras Sinode,
Komisi pada ruang lingkup Klasis dan Urusan pada tingkat Jemaat. Semua aras ini
memiliki garis koordinatif berkesinambungan dalam rangka singkronisasi program
mulai dari Sinode, Klasis sampai ke Jemaat dengan tujuan:
Pertama, Merekonstruksi
kembali pemahaman (persepsi) Pekabaran Injil kepada dunia dan manusia yang bukan
Kristen untuk menjadi pengikut Kristus dan memiliki strategi umum dalam
pekabaran Injil.
Kedua, Memiliki
strategi khusus pekabaran Injil dalam menyikapi berbagai persoalan dan masalah
di berbagai klasis dan bakal klasis di tanah Papua.
Ketiga, Melakukan
mitra penginjilan baik secara lokal, nasional dan internasional.
Obor Pekabaran
Injil atau Obor PI merupakan lambang Terang Injil Kristus yang masih bersinar
menyinari seluruh tanah Papua. Pusat api itu adalah pulau Mansinam, dan api itu
telah dibawa oleh begitu banyak orang pekerja Tuhan (penginjil, guru jemaat,
penatua, syamas dan pendeta) sampai ke seluruh pelosok tanah Papua. Dan supaya
ada jalan lain untuk menghidupkan pekerjaan pekabaran Injil, maka diambilah
obor api itu, yang didesain ala tradisional suku Papua dari Pos Pekabaran Injil
Wombu (suku Miere dan Mairasi) di daerah pedalaman antara Wondama dan Kaimana.
Dari Pos PI itu Obor Api Pekabaran Injil diantar kembali ke pulau Mansinam,
sebagai tanda bahwa Injil sudah menerobos masuk dan tetap menyala di
wilayah-wilayah penduduk Papua yang sulit dijangkau. Itu bukti kongkrit
eksistensi Injil di tanah Papua.
Lewat Obor Api
Penginjilan maka simbolisasi semangat penginjilan diasah kembali dari pusat
pendaratan Injil pertama kali, yaitu di Mansinam terus eksis ke semua daerah di
tanah Papua. Obor Api PI itu tidak saja menyusuri pesisir pantai, pulau dan dataran,
tetapi ia pun mendaki lembah dan gunung sampai berada di pusat katulistiwa
Papua.
Mansinam
sebagai pusat dari Api Injil Kristus. Mansinam menabur dan seluruh tempat di
daerah Papua lainnya menuai. Mansinam sebagai pusat Injil itu bersinar, dan
seluruh Papua menerima hasil dari sinar Injil itu. Hal ini menjadi tanda yang
ajaib bahwa Papua identik dengan Injil. Benarlah kata Dr. F.C. Kamma, seorang
Theolog, Anthroplog dan Sosiolog Zendeling di Papua bahwa: “Jika orang menyebut Irian Jaya (Papua), orang menyebut Injil Yesus
Kristus.”
Sifat Injili
itu, diimplementasikan GKI Di Tanah Papua dalam gerak penginjilan di berbagai
pelosok tanah Papua; dan sifat Oikumenis gereja ini terus diwujudnyatakan dalam
membangun kebersamaan dengan gereja-gereja lain di Indonesia dan dunia. GKI Di
Tanah Papua telah menujukan kepada mata dunia umat Kristen, kalau ia tetap
menjadikan dirinya sebagai “surga kecil” di bumi ini, dan membagi syalom Allah
bagi segenap etnis, suku, ras dan agama, yang hidup di atas tanah Papua. Dengan
demikian, bilamana Tuhan kembali dalam kemuliaanNya kelak, GKI Di Tanah Papua
telah menjadi saksi Tuhan di bumi ini, yang telah memenuhi Amat Agung Yesus
Kristus, yaitu bersekutu (koinonia), bersaksi (marturia) dan melayani
(diakonia). _ Bersambung part 5_
Belum ada Komentar untuk "SEJARAH PEKABARAN INJIL DI PAPUA (Part 4)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.