MISKIN DI HADAPAN ALLAH (Matius 5:3)
Kata bahagia tidak bisa kita ukur
dengan materi, pangkat atau jabatan kita. Bahagia juga bukan soal kata – kata ucapan
atau perasaan sebab tidak ada kata – kata yang bisa menggambarkan bagaimana
rasanya bahagia itu. Sesungguhnya bahagia adalah sebuah sikap. Kita baru bisa
merasakan bahagia kalau kita memiliki sikap bahagia.
Dalam khotbah di bukit, Yesus
mengajarkan bagaimana sikap hidup orang percaya. Pengajaran Yesus ini dimulai
dengan kata “berbahagialah”. Kata “berbahagialah” yang dipakai di sini
mengandung arti “Allah berkenan memberi
berkat”. Sebagai orang – orang percaya kita pasti mau Allah berkenan
memberi berkat kepada kita atau kita ingin menjadi orang yang berbahagia. Bagi
Yesus, ini adalah kerinduan yang penting. Karena itu Yesus tekankan berulang –
ulang sebanyak 9 kali dalam ucapan bahagia ini.
Yang menarik bagi kita, soal miskin
dihadapan Allah ditempatkan pada urutan pertama. Itu ada pada ayat 3 bacaan
kita ini (matius 5;30 : “Berbahagailah orang yang
miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga”.
Bagian inilah yang menjadi titik perenungan Firman Tuhan bagi kita saat ini.
Kata miskin yang dipakai pada ayat ini
adalah dari kata Yunani : “ptokos”
yang berarti orang yang tidak dapat
bertindak apa – apa dari dirinya sendiri. Ini mencakup baik jasmani maupun
rohani. Nah kata miskin di hadapan Allah ini terkait dengan beberapa hal.
Pertama, miskin di hadapan Allah adalah
sikap yang menempatkan Tuhan di atas segala – galanya. Tuhan yang mempunyai segala
sesuatu. Keberhasilan dan sukses kita, dalam hal apapun itu adalah karena
campur tangan Tuhan. Kekayaan, harta benda, pangkat, jabatan, kesehatan dan
kekuatan adalah karena kebaikan dan kemurahan Allah. Yang kita lakukan adalah
bersyukur dan berharap kepada Tuhan. Miskin di hadapan Allah membuat kita
mengaku ketidak layakan diri kita dan sepenuhnya mau bergantung pada anugerah
Allah.
Kedua, miskin di hadapan Allah berarti
tidak memberi tempat di dalam hati kita bagi harta lain selain kasih Tuhan.
Kasih Tuhan adalah kekayaan yang tidak pernah habis. Bisnis boleh bangkrut,
usaha bisa macet, dagangan bisa tidak laku, karir bisa suram tetapi selama kita
memiliki Kasih Tuhan dan mengasihi sesama maka kita tetap kaya. Sejuta uang
tanpa kasih hanyalah segudang beban yang membuat hidup menjadi berat. Amsal
15:17 katakan : “Lebih baik sepiring
sayur dengan kasih daripada lembu tambun dengan kebencian”.
Kita memang bisa melakukan apa saja
bila kita mempunyai banyak uang. Segala sesuatu butuh uang. Tapi ingatlah bahwa
uang bukanlah segala sesuatu.
Uang
dapat membeli sebuah rumah tapi uang tidak dapat membeli kehangatan sebuah
keluarga
Uang
dapat membeli sebuah tempat tidur tapi uang tidak dapat membeli rasa nyenyak
ketika tidur
Uang
dapat membeli sebuah jam tangan mahal tetapi uang tak dapat membeli waktu
Uang
dapat membeli buku tapi bukan pengetahuan
Uang
dapat membeli makanan tapi bukan rasa kenyang
Uang
dapat membeli darah tapi uang tak dapat membeli kehidupan
Uang
dapat membeli jabatan tapi bukan rasa hormat
Uang
dapat membeli obat tapi uang tak dapat membeli kesehatan
Uang
dapat membeli sex tapi bukan cinta
Uang
dapat membeli asuransi tapi uang tak dapat membeli keselamatan.
Jadi dengan miskin di hadapan Allah
bukan berarti kita tidak boleh memiliki uang atau harta benda. Kita bisa
memiliki uang tetapi kita tidak boleh memberi hati pada uang. Kita bisa
memiliki harta benda tetapi kita tidak menjadi budak harta benda itu.
Ketiga, miskin dihadapan Allah berarti
fokus kehidupan kita bukan diri sendiri. Fokus kehidupan kita adalah kepada sesama.
Hidup kita memberi dampak positif bagi orang lain. Ingatlah hal – hal prinsip
ini, bahwa kelak :
Allah
tak menanyakan mobil apa yang anda kendarai tapi berapa banyak orang tak berkendaraan
pernah anda tolong?
Allah
tak menanyakan berapa luas rumah kediamanmu, tapi berapa banyak orang disambut
kedatangannya dalam rumahmu?
Allah
tak menanyakan berapa banyak baju tergantung dalam lemarimu tapi berapa banyak
orang tak berbaju yang pernah kau tolong?
Allah
tak menanyakan apa jabatanmu tapi apakah yang sudah kau lakukan dengan
jabatanmu?
Allah
tak menanyakan berapa besar pendapatanmu tapi bagaimana kau peroleh
pendapatanmu?
Allah
tak menanyakan berapa banyak kerja lembur yang kau lakukan tapi apakah kerja
lembur itu untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan banyak orang?
Allah
tak menanyakan di mana anda tinggal tapi bagaimana kau memperlakukan
tetanggamu?
Allah
tak menanyakan berapa banyak teman yang anda miliki tapi sudahkah anda menjadi
teman bagi orang lain?
Allah
tak menanyakan warna kulitmu tapi apa
konten karaktermu?
Allah
tak menanyakan apakah anda mengasihi sesama tapi bagaimana anda memperlakukan
orang lain disekitarmu?
Untuk bahagia ternyata bukan pada apa
yang kita miliki atau apa yang bisa kita peroleh melainkan sikap kita terhadap
Tuhan dan sesama. hanya dengan demikianlah kita disebut sebagai orang - orang yang empunya Kerajaan Sorga. Selamat berbahagia dan menyalurkan kebahagiaan karena kita
adalah orang – orang yang miskin di hadapan Allah. Tuhan memberkati.
Belum ada Komentar untuk "MISKIN DI HADAPAN ALLAH (Matius 5:3)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.