MENSYUKURI KESEDERHANAAN DALAM HIDUP (Pengkhotbah 2:4-11; 9:9-10)
Di
dunia ini, ada hal yang biasa tetapi ada pula yang luar biasa. Yang luar biasa
seringkali dianggap sebagai yang istimewa, yang hebat, yang spektakuler. Manusia
cenderung mencari yang special dan spektakuler ini. Orang bersedia membayar
lebih untuk satu porsi nasi goreng special (pake telor) dari pada nasi goreng
biasa. Martabak special dianggap lebih enak dibandingkan martabak biasa.
Pertunjukan istimewa dinilai lebih bagus dari pada pertunjukan biasa.
Ternyata
kecenderungan kita terhadap yang special dan istimewa bukan hanya soal makanan
saja tapi juga soal kehidupan. Hidup kita selalu berlari – lari mengejar yang
istimewa dan besar. Kita mengejar kedudukan istimewa, status yang tinggi dan
gaji yang besar. Kita lebih mudah tergiur oleh yang istimewa sehingga yang
rutin, yang kecil seringkali kita sepelekan dan kita anggap biasa – biasa saja.
Pandangan hidup seperti ini bisa berbahaya. Contohnya jikalau kita menganggap
perempuan lain atau pria lain lebih istimewa dari isteri atau suami kita
sendiri. Apa yang kita anggap biasa – biasa saja ini dapat menjadi cela yang
berbahaya bagi keutuhan rumah tangga.
Tentang
hal ini marilah kita belajar dari Pengkhotbah. Pada Pengkhotbah 2:4-11, sang
pengkhotbah berambisi mengejar berbagai hal yang istimewa dan besar. Kekayaan yang besar.
Kesuksesan besar. Bahkan pada ayat 9, ia berambisi menjadi yang terbesar dari
orang – orang pada zamannya dan zaman sebelumnya. Lalu apakah hasil dari ambisi
besarnya itu? Pada ayat 11, Pengkhotbah menyadari bahwa ambisi besar itu
berakhir dengan : "segala sesuatu adalah kesia – siaan dan usaha menjaring angin".
Pengkhotbah
merenungi kehidupannya dalam Pengkhotbah 9:9 dan 10. Kemudian ia meminta hikmat. Hikmat dari perkara –
perkara sehari – hari, dari yang kecil: sepotong roti, segelas anggur, pakaian
putih, isteri sendiri. Pengkhotbah menemukan hikmat yang membuat hati senang
dan berada dalam sukacita. Belajar menghargai apa yang dimiliki sekarang
sebagai anugerah Tuhan. Belajar menjalani hidup dalam usia yang Tuhan
beri dengan penuh tanggung jawab. Belajar menjalani satu hari bukan untuk lewat
begitu saja tapi untuk mensyukuri semua yang terjadi dalam hidup.
Hikmat
dari Pengkhotbah adalah pelajaran – pelajaran penting bagi kita sebab kadang
kala kita berseru – seru memohon mujizat yang besar dan kita lupa bahwa tiap
hari Tuhan sudah memberi banyak mujizat. Masih bisa bernafas sampai hari ini
bukanlah perkara rutin biasa tetapi anugerah Tuhan. Berkat Tuhan, mujizat
Tuhan, anugerah dari Tuhan bukan hanya hal – hal yang besar dan spektakuler
saja. Iman kita bertumbuh bukan hanya pada hal – hal yang spektakuler saja tapi
bertumbuh tiap – tiap hari dalam pengalaman hidup bersama Tuhan.
Seorang
anak kecil berada di ladang, ia memandang pesawat terbang di atasnya dan berkhayal bisa terbang. Sedangkan sang
Pilot dari pesawat itu memandangi ladang di bawahnya dan memimpikan bisa pulang
ke rumah. Kadang kala kita merasa kehidupan orang lain lebih baik dari kita.
Akibatnya kita irih pada kehidupan orang lain dan tidak mensyukuri hidup kita
sendiri. Jalanilah hidup dengan mensyukuri apa yang kita miliki dan belajarlah
menemukan hikmat pada perkara – perkara yang sederhana.
Kekayaan
yang besar tidak dapat menjadi jaminan kebahagiaan sebab jika kekayaan dapat
menjadi jaminan kebahagiaan maka tentu
orang – orang kaya akan menari – nari di jalanan. Kenyataannya anak – anak jalananlah
yang biasa menari – nari dalam panas maupun hujan di jalanan.
Kekuatan
tidak dapat menjamin keamanan karena kalau kekuatan bisa menjamin keamanan maka
tentu orang – orang penting bisa berjalan tanpa pengawalan. Toh buktinya hanya
orang – orang yang hidup sederhana yang dapat tidur nyenyak tanpa pengawalan.
Syukurilah
hal – hal sederhana dalam hidup kita. Jangan berambisi untuk menjadi yang
terbesar dan terhebat bagi diri sendiri tapi hanya untuk kesia - siaan. Tetapi jadilah orang – orang yang
berarti bagi orang lain: bagi isteri, bagi suami, bagi anak – anak dalam
keluarga masing – masing, bagi saudara dan bagi semua orang. Pandanglah hal –
hal yang sederhana sebagai yang istimewa dari Tuhan. Syukurilah hal – hal kecil
dalam hidupmu sebagai mujizat dari Tuhan. Nikmatilah rutinitas hidupmu bukan
sekedar tanggung jawab tetapi sebagai anugerah Tuhan. Tuhan memberkati.
Belum ada Komentar untuk "MENSYUKURI KESEDERHANAAN DALAM HIDUP (Pengkhotbah 2:4-11; 9:9-10)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.