JADILAH BETHESDA BAGI SESAMAMU (Yohanes 5:1-18)
Sebagai manusia kita pasti tidak mau
menderita. Entah itu penderitaan karena tekanan ekonomi, bencana alam,
kekerasan, penganiayaan, sakit penyakit dan lain sebagainya. Tiap orang akan
berusaha keluar dari penderitaan. Tapi saudaraku, kenyataan hidup menunjukan
bahwa ada orang – orang yang punya harapan untuk keluar dari penderitaan namun
tak berdaya.
Orang yang sakit selama 38 tahun dalam
pembacaan kita saat ini Yohanes 5:1-18, sedang mengalami keadaan seperti itu.
Orang ini ada di Serambi Kolam Bethesda. Bethesda artinya : Rumah Belas kasihan atau Rumah Kemurahan
Hati. Orang – orang yang berada di sana yakni sejumlah besar orang sakit: orang – orang buta, orang – orang timpang
dan orang – orang lumpuh (ayat 3), sedang menantikan belas kasihan dan
kemurahan hati.
Di hadapan mereka sudah ada harapan dan
jalan keluar untuk sembuh yaitu ketika
sewaktu – waktu malaikat Tuhan turun untuk menggoncangkan air itu maka siapa
yang lebih dahulu masuk sesudah goncangan air itu, ia akan menjadi sembuh,
apapun juga penyakitnya (ayat 4). Itu juga yang menjadi harapan si sakit
yang menderita selama 38 tahun itu.
Tapi si sakit ini tidak berdaya untuk
memenuhi harapannya. Ketika Yesus bertanya kepadanya : “Maukah engkau sembuh”?. Dia tidak lagi menjawab soal keinginan dan
harapannya. Dalam arti ia tidak menjawab : iya Tuhan, aku mau sembuh. Tidak.
Tapi jawabannya adalah soal ketidakberdayaannya. Ia menjawab : “Tuhan tidak ada orang yang menurunkan aku
ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke
kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku” (ayat 7).
Mengalami sakit selama 38 tahun memang
bukan gambaran perjalanan kehidupan yang mudah. Selama sakitnya itu, ternyata
tidak ada orang sehat yang mempunyai belas kasihan untuk menolongnya masuk ke
dalam kolam itu. Sementara untuk berusaha sendiri, ia kalah cepat dengan orang –
orang sakit yang lain. Ia tidak berdaya dengan keadaannya. Kehidupannya ibarat
peribahasa : “maksud hati memeluk gunung
apa daya tangan tak sampai.”
Yesus tidak hanya sekedar kasihan
kepada orang sakit ini. Yesus mengerti. Yesus peduli ketidak berdayaan yang
dialaminya. Bagi orang – orang yang tidak berdaya seperti orang sakit ini,
Yesus hadir. Yesus menyatakan kemurahan hati dan belas kasihan. Yesus
menyatakan kuasa yang menyembuhkan dan membebaskan. Yesus berkata : “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah”
(ayat 8). Ketika si sakit ini mengikuti kata – kata Yesus. Seketika itu
juga ia sembuh. Ia bukan sembuh secara fisik saja, tetapi di dalam ayat 14
ternyata iapun mengalami anugerah pengampunan dosa dari Tuhan.
Sikap Yesus terhadap orang sakit ini
sangat berbeda dengan sikap orang – orang Yahudi. Mereka menegur si sakit itu
karena memikul tilamnya pada hari Sabat. Ketika mereka mengetahui bahwa
Yesuslah yang menyembuhkan si sakit itu, maka mereka berusaha menganiaya Yesus
dengan alasan Yesus melanggar ketentuan Sabat bahkan mereka berusaha lagi untuk
membunuh Yesus. Yesus menyampaikan bahwa ia bekerja seperti Bapa yang juga
bekerja sampai sekarang.
Orang – orang Yahudi menampilkan
kehidupan mereka sebagai orang – orang yang munafik. Mereka memprotes si sakit yang
memikul tilamnya di hari Sabat padahal mereka juga bekerja memberi makan dan
minum ternak mereka pada hari Sabat. Orang – orang Yahudi lebih mementingkan
legalisme peraturan daripada karya kasih bagi sesama yang membutuhkan
pertolongan. Hati mereka adalah hati yang tidak peka oleh rasa belas kasihan.
Hati yang tidak peduli. Hati yang tidak berkorban untuk kemanusiaan. Mereka
adalah orang – orang yang mementingkan diri sendiri. Tidak segan – segan mengorbankan
orang lain, menganiaya dan membunuh demi ambisi yang keliru. Mereka tidak
menjiwai maksud Sabat yang sebenarnya sebagai pernyataan kehadiran dan kuasa
Allah yang memulihkan dan membebaskan.
Yesus tidak takut dan tidak gentar
menghadapi orang – orang Yahudi itu. Karena Yesus tidak sekedar asal tabrak
peraturan (Sabat), Yesus justru mengembalikan aturan Sabat pada tempat yang
semestinya yaitu bahwa Sabat bukan membelenggu tetapi membebaskan.
Ketika kita sedang menghadapi persoalan
dalam hidup. Kita merasa tidak berdaya terhadap keadaan yang terjadi. Janganlah
berputus asa. Yesus adalah Allah yang mengerti dan peduli segala persoalan yang
kita alami. Ia tak akan membiarkan kita bergumul sendiri. Serahkanlah segala
persoalan kita padaNya maka Ia akan menyatakan kuasaNya yang tidak pernah
berubah.
Kita sedang menikmati berkat – berkat Tuhan
maka marilah kitapun peduli dan mengingat orang lain yang membutuhkan kemurahan
hati Allah melalui kita. Sebagai persekutuan orang percaya, kita dipanggil
untuk peka terhadap dunia di sekitar kita. Ada orang – orang yang tak berdaya yang
sedang membutuhkan pertolongan kita. Mungkin tetangga kita, mungkin bawahan di
kantor kita, mungkin orang – orang yang kita pimpin, mungkin juga anggota
jemaat yang selama ini terabaikan dalam pelayanan. Apakah kita bersikap seperti
Yesus? Atau bersikap seperti orang – orang Yahudi?. Jadilah Bethesda di tengah
dunia bagi sesamamu. Tuhan memberkati
Terima kasih atas berita sukacita ini, luar biasa
BalasHapusSama - sama ... Terima kasih juga sahabat DEAR PELANGI. Tuhan memberkati
Hapus