MEMBANGUN JEMBATAN KASIH
Hari
senin datang lagi. Setumpuk pekerjaan sudah menanti. Keluarga, rekan kerja dan
rekan pelayanan menjadi orang – orang yang akan kita jumpai saat mengerjakan
tanggung jawab kita. Kita diperhadapkan dengan pilihan, bagaimana kita bersikap dalam perjumpaan itu?
Proses akan menentukan hasilnya. Jika kita menjalani hari – hari kita dengan
menyatakan kasih dan mengerjakan tugas – tugas kita dengan penuh semangat maka
pasti hasilnyapun akan memuaskan. Kitalah yang memutuskan membangun tembok atau
membangun jembatan?
Ada
dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Suatu ketika mereka terlibat
dalam suatu pertengkaran serius. Padahal selama 40 tahun sebelumnya mereka
hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian, dan bahu
membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang
akrab itu kini retak. Pertengkaran itu dimulai dari kesalahpahaman yang sepele
saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya
meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling
berdiam diri tak bertegur sapa.
Suatu
pagi, seseorang mengetuk rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria
membawa kotak perkakas tukang kayu. "Maaf tuan, sebenarnya saya sedang
mencari pekerjaan," kata pria itu dengan ramah. "Barangkali tuan
berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan." "Oh
ya!" jawab sang kakak. "Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau
lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, … ah
sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan buldozer
lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai
yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku,
tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin
kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi
melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya." Kata tukang kayu,
"Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan
sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang."
Kemudian
sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya
untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja
sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan
memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu
baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat
hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana
yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang
menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya.
Jembatan
itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana,
terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua
tangannya terbuka lebar. "Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan
jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan
aku." kata sang adik pada kakaknya. Dua bersaudara itu pun bertemu di
tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu,
tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. "Hai,
jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak
pekerjaan untukmu," pinta sang kakak. "Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal
di sini," kata tukang kayu, " tapi masih banyak jembatan lain yang
harus saya selesaikan."
Situasi apapun dapat terjadi bahkan diluar kendali kita tapi bagaimana kita bersikap terhadap berbagai situasi, itu sepenuhnya berada dalam kendali kita. Marilah membangun jembatan kasih dalam keluarga, di tempat kerja dan dalam perjumpaan dengan sesama. Happy Monday. Tuhan memberkati
Belum ada Komentar untuk "MEMBANGUN JEMBATAN KASIH"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.